Jumat, 16 Juni 2017

MAKNA PENGGUNAAN DUPA/UKUPAN

1.      Simbol dari doa-doa yang naik ke hadapan tahta Allah
      Dalam Kitab Mazmur 141:1-2 dituliskan, “Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku, berilah telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu! Biarlah doaku adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti persembahan korban pada waktu petang”. Dan dalam Kitab Wahyu 8:3-4 dituliskan, “Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas mezbah emas di hadapan takhta itu. Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.”
2.      Untuk menghormati kehadiran Tuhan
      Dalam Kitab Keluaran 30:34-36, Berfirmanlah TUHAN kepada Musa: "Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami, murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus, dan sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu.”
      “Tabut” itu sekarang kita sebut dengan tabernakel. Yesus hadir di sana dalam rupa Komuni Kudus. Selain itu kita juga percaya bahwa dalam Perayaan Ekaristi, Yesus bertindak serentak sebagai Imam, Altar dan Kurban. Oleh karena itu, imam, Altar dan Persembahan roti dan anggur juga turut didupai.

3.      Untuk menguduskannya (yang didupai) bagi Tuhan
      Segala sesuatu yang diberkati dan dikuduskan adalah milik Tuhan. Maka tidak heran kalau dalam Perayaan Ekaristi, umat juga didupai. Ini berarti bahwa umat dikuduskan bagi Tuhan. Dan di samping itu kita juga melihat bahwa ada banyak benda-benda rohani yang diberkati dan dikuduskan bagi Tuhan dengan cara mendupainya.


Jadi penggunaan dupa sebenarnya telah berakar sejak lama dalam sejarah umat beriman, dan Gereja Katolik melanjutkan tradisi ini, karena memang mengandung makna yang dalam. Dupa ini melengkapi penyembahan dan ucapan syukur kita kepada Tuhan yang melibatkan seluruh panca indera kita dalam Ekaristi: dengan indra penglihatan kita melihat seluruh ibadah,  dengan indra pendengaran kita mendengar kidung pujian dan doa-doa, dengan indra peraba kita mengambil air suci yang melambangkan rahmat Pembaptisan, dan dengan indra pengecap kita menyantap Hosti kudus, dan dengan indra penciuman kita menikmati wewangian dupa yang melambangkan naiknya doa-doa kita ke hadapan tahta Allah.