1. Simbol dari doa-doa yang naik ke
hadapan tahta Allah
Dalam Kitab Mazmur 141:1-2
dituliskan, “Ya TUHAN, aku berseru kepada-Mu, datanglah segera kepadaku,
berilah telinga kepada suaraku, waktu aku berseru kepada-Mu! Biarlah doaku
adalah bagi-Mu seperti persembahan ukupan, dan tanganku yang terangkat seperti
persembahan korban pada waktu petang”. Dan dalam Kitab Wahyu 8:3-4
dituliskan, “Maka datanglah seorang malaikat lain, dan ia pergi berdiri dekat
mezbah dengan sebuah pedupaan emas. Dan kepadanya diberikan banyak kemenyan
untuk dipersembahkannya bersama-sama dengan doa semua orang kudus di atas
mezbah emas di hadapan takhta itu. Maka naiklah asap kemenyan bersama-sama
dengan doa orang-orang kudus itu dari tangan malaikat itu ke hadapan Allah.”
2. Untuk menghormati kehadiran Tuhan
Dalam Kitab Keluaran 30:34-36, Berfirmanlah TUHAN kepada Musa:
"Ambillah wangi-wangian, yakni getah damar, kulit lokan dan getah
rasamala, wangi-wangian itu serta kemenyan yang tulen, masing-masing sama
banyaknya. Semuanya ini haruslah kaubuat menjadi ukupan, suatu campuran
rempah-rempah, seperti buatan seorang tukang campur rempah-rempah, digarami,
murni, kudus. Sebagian dari ukupan itu haruslah kaugiling sampai halus, dan
sedikit dari padanya kauletakkanlah di hadapan tabut hukum di dalam Kemah Pertemuan, di mana Aku akan bertemu
dengan engkau; haruslah itu maha kudus bagimu.”
“Tabut”
itu sekarang kita sebut dengan tabernakel. Yesus hadir di sana dalam rupa
Komuni Kudus. Selain itu kita juga percaya bahwa dalam Perayaan Ekaristi, Yesus
bertindak serentak sebagai Imam, Altar dan Kurban. Oleh karena itu, imam, Altar
dan Persembahan roti dan anggur juga turut didupai.
3. Untuk menguduskannya (yang didupai)
bagi Tuhan
Segala sesuatu yang diberkati
dan dikuduskan adalah milik Tuhan. Maka tidak heran kalau dalam Perayaan
Ekaristi, umat juga didupai. Ini berarti bahwa umat dikuduskan bagi Tuhan. Dan
di samping itu kita juga melihat bahwa ada banyak benda-benda rohani yang
diberkati dan dikuduskan bagi Tuhan dengan cara mendupainya.
Jadi penggunaan dupa sebenarnya
telah berakar sejak lama dalam sejarah umat beriman, dan Gereja Katolik
melanjutkan tradisi ini, karena memang mengandung makna yang dalam. Dupa ini
melengkapi penyembahan dan ucapan syukur kita kepada Tuhan yang melibatkan
seluruh panca indera kita dalam Ekaristi: dengan indra penglihatan kita melihat
seluruh ibadah, dengan indra pendengaran kita mendengar kidung pujian dan
doa-doa, dengan indra peraba kita mengambil air suci yang melambangkan rahmat
Pembaptisan, dan dengan indra pengecap kita menyantap Hosti kudus, dan dengan
indra penciuman kita menikmati wewangian dupa yang melambangkan naiknya doa-doa
kita ke hadapan tahta Allah.