Sabtu, 25 Februari 2017

Berpuasa dan berpantang menurut Gereja Katolik

Bagaimanakah berpuasa yang benar menurut ajaran Gereja Katolik, kapan dan bagaimana puasa itu dilakukan? Pertama-tama perlu kita ketahui dulu alasan mengapa kita berpuasa dan berpantang. Bagi kita orang Katolik, puasa dan pantang artinya adalah tanda pertobatan, tanda penyangkalan diri, dan tanda kita mempersatukan sedikit pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib sebagai silih dosa kita dan demi mendoakan keselamatan dunia. Jadi puasa dan pantang bagi kita tak pernah terlepas dari doa. Dalam masa prapaska, maka puasa, pantang dan doa disertai juga dengan perbuatan amal kasih bersama-sama dengan anggota Gereja yang lain. Dengan demikian, pantang dan puasa bagi kita orang Katolik merupakan latihan rohani yang mendekatkan diri pada Tuhan dan sesama, dan bukan untuk hal lain, seperti diit/ supaya kurus, menghemat, dll. Dengan mendekatkan dan menyatukan diri dengan Tuhan, maka kehendak-Nya menjadi kehendak kita. Dan karena kehendak Tuhan yang terutama adalah keselamatan dunia, maka melalui puasa dan pantang, kita diundang Tuhan untuk mengambil bagian dalam karya penyelamatan dunia, dengan cara yang paling sederhana, yaitu berdoa dan menyatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib. Kita pun dapat mulai mendoakan keselamatan dunia dengan mulai mendoakan bagi keselamatan orang-orang yang terdekat dengan kita: orang tua, suami/ istri, anak-anak, saudara, teman, dan juga kepada para imam, pemimpin Gereja, pemimpin negara, dst.
Berikut ini mari kita lihat ketentuan tobat dengan puasa dan pantang, menurut Kitab Hukum Gereja Katolik:
  • Kan. 1249 – Semua orang beriman kristiani wajib menurut cara masing-masing melakukan tobat demi hukum ilahi; tetapi agar mereka semua bersatu dalam suatu pelaksanaan tobat bersama, ditentukan hari-hari tobat, dimana umat beriman kristiani secara khusus meluangkan waktu untuk doa, menjalankan karya kesalehan dan amal-kasih, menyangkal diri sendiri dengan melaksanakan kewajiban-kewajibannya secara lebih setia dan terutama dengan berpuasa dan berpantang, menurut norma kanon-kanon berikut.
  • Kan. 1250 – Hari dan waktu tobat dalam seluruh Gereja ialah setiap hari Jumat sepanjang tahun, dan juga masa prapaskah.
  • Kan. 1251 – Pantang makan daging atau makanan lain menurut ketentuan Konferensi para Uskup hendaknya dilakukan setiap hari Jumat sepanjang tahun, kecuali hari Jumat itu kebetulan jatuh pada salah satu hari yang terhitung hari raya; sedangkan pantang dan puasa hendaknya dilakukan pada hari Rabu Abu dan pada hari Jumat Agung, memperingati Sengsara dan Wafat Tuhan Kita Yesus Kristus.
  • Kan. 1252 – Peraturan pantang mengikat mereka yang telah berumur genap empat belas tahun; sedangkan peraturan puasa mengikat semua yang berusia dewasa sampai awal tahun ke enampuluh; namun para gembala jiwa dan orangtua hendaknya berusaha agar juga mereka, yang karena usianya masih kurang tidak terikat wajib puasa dan pantang, dibina ke arah cita-rasa tobat yang sejati.
  • Kan. 1253 – Konferensi para Uskup dapat menentukan dengan lebih rincipelaksanaan puasa dan pantang; dan juga dapat mengganti-kan seluruhnya atau sebagian wajib puasa dan pantang itu dengan bentuk-bentuk tobat lain, terutama dengan karya amal-kasih serta latihan-latihan rohani.
Memang sesuai dari yang kita ketahui, ketentuan dari Konferensi para Uskup di Indonesia menetapkan selanjutnya :
  • Hari Puasa dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan Jumat Agung. Hari Pantang dilangsungkan pada hari Rabu Abu dan tujuh Jumat selama Masa Prapaska sampai dengan Jumat Agung.
  • Yang wajib berpuasa ialah semua orang Katolik yang berusia 18 tahun sampai awal tahun ke-60. Yang wajib berpantang ialah semua orang Katolik yang berusia genap 14 tahun ke atas.
  • Puasa (dalam arti yuridis) berarti makan kenyang hanya sekali sehariPantang(dalam arti yuridis) berarti memilih pantang daging, atau ikan atau garam, atau jajan atau rokok. Bila dikehendaki masih bisa menambah sendiri puasa dan pantang secara pribadi, tanpa dibebani dengan dosa bila melanggarnya.
Maka penerapannya adalah:
  1. Kita berpantang setiap hari Jumat sepanjang tahun (contoh: pantang daging, pantang rokok dll) kecuali jika hari Jumat itu jatuh pada hari raya, seperti dalam oktaf masa Natal dan oktaf masa Paskah. Penetapan pantang setiap Jumat ini adalah karena Gereja menentukan hari Jumat sepanjang tahun (kecuali yang jatuh di hari raya) adalah hari tobat. Namun, jika kita mau melakukan yang lebih, silakan berpantang setiap hari selama Masa Prapaska.
  2. Jika kita berpantang, pilihlah makanan/ minuman yang paling kita sukai. Pantang daging adalah contohnya, atau yang lebih sukar mungkin pantang garam. Tapi ini bisa juga berarti pantang minum kopi bagi orang yang suka sekali kopi, dan pantang sambal bagi mereka yang sangat suka sambal, pantang rokok bagi mereka yang merokok, pantang jajan bagi mereka yang suka jajan. Jadi jika kita pada dasarnya tidak suka jajan, jangan memilih pantang jajan, sebab itu tidak ada artinya.
  3. Pantang tidak terbatas hanya makanan, namun pantang makanan dapat dianggap sebagai hal yang paling mendasar dan dapat dilakukan oleh semua orang. Namun jika satu dan lain hal tidak dapat dilakukan, terdapat pilihan lain, seperti pantang kebiasaan yang paling mengikat, seperti pantang nonton TV, pantang ’shopping’, pantang ke bioskop, pantang ‘gossip’, pantang main ‘game’ dll. Jika memungkinkan tentu kita dapat melakukan gabungan antara pantang makanan/ minuman dan pantang kebiasaan ini.
  4. Puasa minimal dalam setahun adalah Hari Rabu Abu dan Jumat Agung, namun bagi yang dapat melakukan lebih, silakan juga berpuasa dalam ketujuh hari Jumat dalam masa Prapaska (atau bahkan setiap hari dalam masa Prapaska).
  5. Waktu berpuasa, kita makan kenyang satu kali, dapat dipilih sendiri pagi, siang atau malam. Harap dibedakan makan kenyang dengan makan sekenyang-kenyangnya.Karena maksud berpantang juga adalah untuk melatih pengendalian diri, maka jika kita berbuka puasa/ pada saat makan kenyang, kita juga tetap makan seperti biasa, tidak berlebihan. Juga makan kenyang satu kali sehari bukan berarti kita boleh makan snack/ cemilan berkali-kali sehari. Ingatlah tolok ukurnya adalah pengendalian diri dan keinginan untuk turut merasakan sedikit penderitaan Yesus, dan mempersatukan pengorbanan kita dengan pengorbanan Yesus di kayu salib demi keselamatan dunia.
  6. Maka pada saat kita berpuasa, kita dapat mendoakan untuk pertobatan seseorang, atau mohon pengampunan atas dosa kita. Doa-doa seperti inilah yang sebaiknya mendahului puasa, kita ucapkan di tengah-tengah kita berpuasa, terutama saat kita merasa haus/ lapar, dan doa ini pula yang menutup puasa kita/ sesaat sebelum kita makan. Di sela-sela kesibukan sehari-hari kita dapat mengucapkan doa sederhana, “Ampunilah aku, ya Tuhan. Aku mengasihi-Mu, Tuhan Yesus. Mohon selamatkanlah …..” (sebutkan nama orang yang kita kasihi)
  7. Karena yang ditetapkan di sini adalah syarat minimalmaka kita sendiri boleh menambahkannya sesuai dengan kekuatan kita. Jadi boleh saja kita berpuasa dari pagi sampai siang, atau sampai sore, atau bagi yang memang dapat melakukannya, sampai satu hari penuh. Juga tidak menjadi masalah, puasa sama sekali tidak makan dan minum atau minum sedikit air. Diperlukan kebijaksanaan sendiri (prudence) untuk memutuskan hal ini, yaitu seberapa banyak kita mau menyatakan kasih kita kepada Yesus dengan berpuasa, dan seberapa jauh itu memungkinkan dengan kondisi tubuh kita. Walaupun tentu, jika kita terlalu banyak ‘excuse’ ya berarti kita perlu mempertanyakan kembali, sejauh mana kita mengasihi Yesus dan mau sedikit berkorban demi mendoakan keselamatan dunia.
Demikian ulasan mengenai pantang dan puasa menurut ketentuan Gereja Katolik. Semoga bermanfaat.

Rabu, 22 Februari 2017

MASA PRAPASKAH

Tema utama Masa Prapaskah adalah persiapan Paskah, atau lebih tepat persiapan inisiasi katekumen ke dalam persekutuan penuh dengan jemaat. Menurut kebiasaan yang sudah cukup lama, masa ini berlangsung selama 40 hari. Selama masa ini seluruh jemaat berjalan seiring dengan para calon yang akan diinisiasikan, dan dengan mereka yang kembali ke pangkuan iman atau bertobat. Kalau pun tidak ada katekumen yang disiapkan untuk pembaptisan, Masa Prapaskah tetap merupakan masa penyegaran pembaptisan: mendengarkan Injil dengan rajin dan tekun, mengalami mati dan bangkit, yang merupakan inti pembaptisan.

Prapaskah adalah masa yang amat penting. Masa Prapaskah dibuka dengan pemberkatan abu yang kemudian dioleskan pada dahi umat. Abu merupakan gambaran masa suram, akhir segala sesuatu, tetapi juga awal segala sesuatu. Pada Hari Rabu Abu, seluruh umat Katolik, baik pemimpin maupun umat, ditandai dengan abu. Abu ini mengundang kita untuk merefleksikan kehidupan kita yang sangat sibuk, untuk mawas diri. Liturgi pada Hari Rabu Abu ditandai dengan pemberkatan abu. Pemberkatan ini ditopang dengan bacaan Alkitab, dan juga dengan mazmur serta nyanyian lain pada hari ini.

Bacaan-bacaan Hari Minggu Prapaskah, khususnya Tahun A, berkaitan erat satu sama lain. Bahkan bacaan Injil hari-hari Minggu Prapaskah dapat dipadukan dan menjadi “Injil Prapaskah”, suatu kisah yang secara utuh disajikan oleh Masa Prapaskah. Semua itu berbicara tentang kita, semua itu merupakan kisah aktual kita, baik sebagai pribadi maupun sebagai umat. Bacaan-bacaan Injil dapat menjadi titik awal dalam mencari bentuk liturgi selama pekan-pekan Prapaskah. Apa suasana khas masa Prapaskah? Bagaimana dinamikanya? Semua itu dibangun oleh banyak unsur yang mewarnai Prapaskah: bacaan, renungan, puasa, hiasan, tata warna, tata gerak, dan lain-lain. Semua itu ikut memberikan andil dan dorongan dalam melaksanakan Praspaskah, baik dalam kehidupan pribadi maupun umat.


Liturgi Hari Minggu selama Masa Prapaskah menuntut konsistensi dalam nyanyian, tata warna dan dinamika yang merangkai keenam pekan menjadi masa yang terpadu. Semua ini membuat Masa Prapaskah sungguh khas. Hal ini nyata dalam cara Prapaskah dilaksanakan: Prapaskah berbeda dengan Masa Biasa dan masa-masa yang lain, bukan hanya dalam syair nyanyian, tetapi juga dalam saat hening, ketenangan, pemilihan perlengkapan untuk perarakan, dalam pajang dan meriahnya acara tobat. Suasana prapaskah juga tampak dalam penggunaan ulangan khusus untuk Mazmur Tanggapan, dalam aklamasi Injil, dalam rumus pemberkatan, dalam cara pengutusan; dalam tata warna dan tata hias ruang ibadat; dalam upaya-upaya khusus untuk menyajikan kutipan Alkitab dalam bentuk dramatisasi. Kalau semua ini dipadukan dan seluruh umat terlibat di dalamnya, maka Prapaskah sungguh akan menjadi pengalaman yang unik.

Senin, 20 Februari 2017

HAL BERSIKAP RENDAH HATI

Ingin akan pengetahuan adalah kodrat manusia, tetapi apakah gunanya pengetahuan jika tidak takut pada Allah? Seorang petani yang rendah hati dan mengabdi kepada Tuhan, sungguh lebih baik daripada seorang ahli filsafat yang congkak, yang menyelidiki ilmu perbintangan, tetapi tidak memedulikan keadaan jiwanya. Barang siapa mengenal diri sendiri dengan baik, akan merasa hina dan tidak merasa gembira atas pujian orang. Andaikata saya mengetahui segala-galanya, tetapi jika saya tidak memiliki cinta kasih, apakah gunanya semua itu bagi saya terhadap Allah yang akan mengadili saya?

Hendaklah kita membuang segala keinginan akan pengetahuan yang melampaui batas, karena hal itu hanya akan menimbulkan banyak kebingungan dan kekecewaan saja. Mereka yang banyak pengetahuannya biasanya suka menjadi orang terkenal dan disebut orang pandai. Banyak pengetahuan yang hanya sedikit, bahkan sama sekali tidak bermanfaat bagi jiwa. Sungguh tidak bijaksana orang yang mengejar segala apa saja, kecuali yang berguna bagi keselamatan jiwanya. Banyak berbicara tentang ilmu tidak memuaskan jiwa, tetapi hidup saleh akan menenangkan hati dan dan hati yang murni akan menjadikan hubungan kita dengan Allah lebih erat dan mesra.

Semakin luas dan dalam pengetahuan kita semakin keras kita akan diadili, jika hidup kita tidak menjadi semakin saleh seimbang dengan pengetahuan kita itu. Oleh karena itu, janganlah kita membanggakan diri atas kecakapan ataupun pengetahuan kita, tetapi lebih baik kita takut akan tanggung jawab atas pengetahuan yang diberikan kepada kita. Bila kita menyangka bahwa kita tahu akan banyak hal dan merasa paham tetang soal-soal itu, ingatlah bahwa masih banyak hal lain yang tidak kita ketahui. "Janganlah mempunyai anggapan tinggi tentang dirimu sendiri" (bdk. Rm 11:20), melainkan akuilah bahwa sesungguhnya pengetahuan kita kurang. Mengapa kita menganggap diri kita lebih tinggi daripada orang lain, sedangkan masih banyak orang lain yang lebih pandai dalam bidang kaidah-kaidah agama daripada kita? Apabila kita ingin mengetahui dan mempelajari apa yang berguna bagi kita, sebaiknya kita suka tetap tinggal tidak terkenal dan tidak diindahkan siapa-siapa.

Anjuran yang baik dan paling berguna ialah: sungguh-sungguh mengenal diri sendiri dan memandang diri sendiri sebagai orang hina. Tidak memandang tinggi diri sendiri dan senantiasa beranggapan bahwa orang lain itu baik hati dan ramah, itu merupakan sifat tabiat yang sangat bijaksana dan sempurna. Biarpun kita melihat orang lain berbuat dosa bahkan melakukan kejahatan yang besar janganlah sekali-kali menganggap diri kita lebih baik daripada orang lain. Sebab kita sendiri tidak tahu berapa lama kita masih akan tetap kuat dalam keadaan baik. Kita lemah, tetapi kita tidak boleh menganggap bahwa orang lain lebih lemah daripada kita.

Rabu, 15 Februari 2017

KUDUSLAH KAMU!!!

Saudara-saudari terkasih, benang merah dari 3 bacaan yang kita dengar hari ini (Minggu Biasa VII, 19 Feb. 2017) ialah Penggilan untuk Hidup Kudus. “Tuhan berfirman kepada Musa, ‘Berbicaralah kepada segenap jemaah Israel, dan katakan kepada mereka: Kuduslah kamu, sebab Aku, Tuhan, Allahmu, kudus.” Ini dituliskan dalam bacaan pertama. Dan dalam bacaan kedua dituliskan, “Saudara-saudara, camkanlah sungguh-sungguh, bahwa kamu adalah Bait Allah, dan bahwa Roh Allah diam di dalam kamu. Jika ada orang yang membinasakan Bait Allah, maka Allah akan membinasakan dia. Sebab Bait Allah adalah kudus, dan kamulah Bait Allah itu.”

Kudus berarti suci, bersih, murni, sakral, bebas dari dosa dan tidak najis. Sesuatu disebut kudus dan suci karena dikhususkan atau diperuntukkan bagi Tuhan. Tuhan adalah dasar kesucian.

Konsili Vatikan II, melalui Konstitusi Dogmatis tentang Gereja (LG, No. 40), menyatakan bahwa semua kaum beriman kristiani dipanggil untuk hidup suci. Pernyataan konsili itu ditegaskan kembali dalam Kitab Hukum Kanonik (KHK), Kan. 210 yang menyatakan, “Semua orang beriman kristiani, sesuai dengan kedudukan khasnya, harus mengarahkan tenaganya untuk menjalani hidup yang kudus dan memajukan perkembangan Gereja serta pengudusannya yang berkesinambungan.”

Hidup kudus dan suci ialah hidup menuju kesempurnaan cinta kasih. Hidup suci tampak pada buah-buah rahmat yang dihasilkannya berkat naungan Roh Kudus, yakni kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan dan penguasaan diri (bdk. Gal 5:22-23a), yang menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari.


Beberapa hal praktis untuk dilakukan disampaikan kepada kita lewat bacaan-bacaan hari ini untuk mengejar kekudusan dan kesucian yakni “Jangan membenci saudaramu, jangan mendatangkan dosa, jangan menuntut balas, jangan menaruh dendam, jangan memegahkan diri atas manusia, jangan melawan orang yang berbuat jahat kepadamu dan kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga. Karena itu haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya.”

Hal Mengikuti Jejak Kristus dan Mengabaikan Segala Kesia-siaan Dunia

Tuhan bersabda: "Barangsiapa mengikuti Aku, ia tidak akan berjalan dalam kegelapan" (bdk. Yoh 8:12). Inilah sabda Kristus untuk menasihati kita supaya meniru hidup ketekunanNya, bila kita sungguh-sungguh ingin mendapat terang dan ingin dibebaskan dari segala kebutaan hati. Karena itu hendaklah kita mengutamakan dan mencurahkanperhatian kita untuk merenungkan kehidupan Yesus Kristus.

Ajaran Kristus jauh melebihi semua ajaran orang-orang kudus; dan barangsiapa mempunyai semangat yang sejati, akan mendapat makna yang tersembunyi di dalamnya. Tetapi sering terjadi, bahwa banyak orang, meskipun telah berkali-kali mendengar Injil, rasa rindu mereka kepada Injil hanya kecil sekali, sebab mereka tidak memiliki semangat Kristus. Akan tetapi barangsiapa ingin memahami sedalam-dalamnya dan menikmati sepenuhnya kata-kata Kristus, hendaklah ia berusaha menyesuaikan hidupnya dengan hidup Kristus.

Apakah faedahnya mengadakan perdebatan secara mendalam tentang Allah Tritunggal Mahakudus, apabila kita tidak rendah hati, sehingga Tritunggal tidak berkenan akan kita? Bahwasanya: bukan kata yang muluk-muluk yang membuat orang menjadi suci dan adil, melainkan hidup yang bertakwalah yang mebuat orang berkenan kepada Tuhan. Lebih baik hati kita merasa remuk redam daripada mengerti segala seluk-beluknya. seandainya kita hafal seluruh Kitab Suci dan ucapan-ucapan para ahli filsafat semuanya, apakah gunanya semua itu, apabila kita tidak memiliki cinta kasih Allah dan rahmatNya? "Kesia-siaan, sungguh kesia-siaan dan segalanya adalah sia-sia belaka" (bdk. Pkh 1:2), kecuali cinta kasih akan Allah dan mengabdi hanya kepadaNya. inilah hikmat yang tertinggi: dengan menolak dunia menuju kepada kerajaan surga.

Maka kesia-siaanlah mencari kekayaan yang fana dan menaruh pengharapan padanya. kesia-siaan pula mengejar kehormatan dan membanggakan diri. Kesia-siaanlah, menuruti keinginan daging dan harus menginginkan segala sesuatu yang akhirnya harus mengakibatkan hukuman berat bagi kita. Kesia-siaanlah, mengharapkan umur panjang, tetapi hanya sedikit mengindahkan hidup baik. Kesia-siaanlah mencitai segala yang lewat dengan cepat dan tiada mengejar kebahagiaan yang kekal.

Hendaklah kita senantiasa ingat akan perkataan ini: "mata tidak pernah kenyang melihat, telinga tidak pernah puas mendengar" (bdk. Pkh 1:8). Maka, hendaklah kita berusaha mengelakkan hati kita dari cinta akan yang kelihatan dan mengarahkannya kepada apa yang tidak tampak. Karena barangsiapa menuruti kenikmatan nafsu rasa, akan menodai hatinya dan kehilangan rahmat Allah.

Jumat, 03 Februari 2017

SANTO LOUIS MARTIN DAN SANTA MARIE-AZẼLIE GUẼRIN PASUTRI KUDUS YANG MELAHIRKAN ORANG KUDUS

Louis Joseph Aloys Stanislaus Martin lahir pada tanggal 22 Agustus 1823 di Bordeaux, Gironde—Perancis. Ia adalah anak ketiga dari lima bersaudara dari pasangan Pierre-François Martin dan Marie-Anne-Fanie Boureau.
Marie-Azélie Guérin dilahirkan di Gandelain, dekat St. Denis-sur-Sarthon, Orne, Perancis, pada tanggal 23 Desember 1831. Zélie adalah putri kedua dari pasangan Isidore Guérin dan Louise-Jeanne Macé.
Louis dan Zélie bertemu pertama kali di Jembatan St. Leonard pada bulan April 1858. Jembatan ini sering dilalui oleh Zélie. Suatu hari Zélie melintasi jembatan tersebut dan berpapasan dengan Louis. Zélie sangat terkesan dengan penampilan Louis, seorang pemuda yang mencerminkan sikap dan martabat seorang bangsawan. Lalu, Zélie mendengar suara di dalam hatinya, “Inilah dia yang Kusediakan bagimu.” Louis dan Zélie akhirnya berkenalan dan dengan cepat mereka dapat saling mencintai dan menghargai satu dengan yang lainnya.

KEHIDUPAN PERKAWINAN LOUIS DAN ZÉLIE
Tiga bulan setelah pertemuan pertama mereka, Louis dan Zélie memutuskan untuk menikah. Pada tanggal 12 Juli 1858, jam 10 malam, Louis dan Zélie menikah di catatan sipil. Dua jam kemudian pada tengah malam tanggal 13 Juli 1858, mereka mengucapkan janji setia pernikahan di Gereja Notre-Dame di hadapan Pastor Hurel, pastor paroki St. Leonard.
Kehidupan perkawinan yang mereka jalani berbeda dengan kehidupan perkawinan pada umumnya. Karena Louis dan Zélie dulu pernah berkeinginan untuk menjalani kehidupan membiara, maka mereka sepakat untuk tetap mempertahankan kemurnian mereka bagi Tuhan. Selama sepuluh bulan mereka menjalani kehidupan perkawinan yang seperti ini. Kemudian, karena bapa pengakuan mereka menyarankan mereka memerhatikan panggilan mereka sebagai orang tua, maka Louis dan Zélie mengubah pandangan mereka. Mereka pun hidup layaknya pasangan suami istri pada umumnya dan memutuskan untuk memiliki anak. Perkawinan mereka dikaruniai sembilan orang anak, walaupun hanya lima anak yang dapat bertahan hidup dan kelimanya menjadi suster.
Supaya lebih dekat dengan anaknya, Louis memberikan “julukan” kepada masing-masing anaknya. Marie adalah permatanya, Pauline adalah mutiaranya, Céline adalah si pemberani dan malaikat pelindung, sedangkan Thérèse adalah ratu kecilnya.

KEMATIAN ZÉLIE MARTIN
Tahun 1865, Zélie divonis dokter terkena kanker payudara. Sejak saat itu Zélie merasa bahwa hidupnya di dunia tidak lama lagi. Ia berdoa, “Jika Tuhan ingin menyembuhkan saya, saya akan sangat bahagia, karena jauh di lubuk hati, saya ingin hidup. Rasa sakit saya adalah meninggalkan suami dan anak-anak saya. Namun, jika saya tidak sembuh, itu mungkin karena saya akan lebih berguna jika saya pergi.”
Pada malam tanggal 26 Agustus 1877 Louis pergi ke Gereja Bunda Maria untuk meminta pastor memberikan Sakramen Perminyakan Orang Sakit dan Komuni Kudus kepada Zélie. Tanggal 28 Agustus 1877, pukul setengah dua belas tengah malam, Zélie meninggal dunia.       Setelah kematian Zélie, Pauline, Marie, Theresia, dan Céline menjadi biarawati Karmelit satu demi satu bersama dengan sepupunya, Marie Guérin. Sedangkan, Leonie menjadi Suster Visitasi setelah sebelumnya mencoba kehidupan religius di Biara St. Klara.

KESEHATAN LOUIS MEMBURUK
Setelah Thérèse masuk Biara Karmel, pada tahun 1888 Louis jatuh sakit. Ia terpaksa dirawat di Bon Sauveur, Caen. Tanggal 10 Januari 1889, Louis menghadiri prosesi pemakaian jubah biara Thérèse. Tak lama setelah acara tersebut, Louis terkena penyakit stroke diikuti dengan arteriosklerosis otak yang menyebabkan ia kehilangan ingatan, kemampuan berbicara, dan halusinasi. Atas saran dari saudara iparnya, Isidore Guérin, Léonie dan Céline memutuskan untuk merawat ayahnya di Bon Sauveur, Caen pada tanggal 12 Februari 1889. Di rumah sakit tersebut, Louis menghabiskan banyak waktunya di kapel dan menerima Komuni Kudus setiap hari ketika dia merasa cukup sehat. Louis berbagi segala sesuatu yang diberikan kepadanya dengan pasien lain dan ia tidak pernah mengeluh meskipun ia merasa menderita karena dipisahkan dari keluarganya.

KEMATIAN LOUIS MARTIN
Pada bulan Mei 1894, Céline pergi ke Caen. Saat ia berada di sana, pamannya mengirimkan telegram yang mengatakan bahwa tanggal 27 Mei Louis terkena stroke serius yang menyebabkan lengan kirinya lumpuh. Mendengar kabar ini, Céline segera pulang. Saat itu Louis menerima Sakramen Perminyakan Orang Sakit. Bulan Juni Louis terkena serangan jantung yang serius. Sementara itu Céline masih berada di Katedral untuk mengikuti Misa. Pamannya segera memanggilnya dan ia berlari sepanjang perjalanan pulang karena takut kalau dia tidak bisa tiba pada waktunya. Louis tampak benar-benar kelelahan dan memiliki kesulitan besar dengan pernapasannya.
Tanggal 28 Juli Louis terkena serangan jantung kembali dan kembali ia menerima Sakramen Perminyakan Orang Sakit. Sejak saat itu Céline selalu menemani ayahnya dan ia berdoa kepada Yesus, Maria, dan Yusuf agar ayahnya dapat meninggal dunia dengan bahagia. Ketika Céline selesai berdoa, Louis memandangnya dengan penuh cinta dan rasa syukur. Lalu, Louis memejamkan matanya. Isidore dan Céline Guérin datang ke kamar Louis dan Isidore menekan bibir Louis beberapa kali dengan salib yang dibawanya. Saat itu napasnya telah menjadi sangat lemah. Pada hari Minggu 29 Juli 1894, Louis meninggal dunia.

TELADAN HIDUP LOUIS DAN ZÉLIE MARTIN
Louis dan Zélie adalah teladan kekudusan bagi keluarga-keluarga Kristiani. Di rumah, mereka selalu berusaha menciptakan suasana penuh iman dan sukacita. Mereka selalu berusaha agar anak-anak mereka menyadari bahwa mereka sangat dicintai dan melatih mereka melakukan kebajikan-kebajikan. Selain itu, ada beberapa kebiasaan yang dilakukan bersama-sama dalam keluarga Martin ini, antara lain:
·     Tiap pagi hari pukul 05.30 merayakan Ekaristi.
·     Mendoakan Ibadat Harian setiap hari di hadapan patung Bunda Maria.
·     Selalu hadir dalam Misa mingguan dan benar-benar mengkhususkan hari Minggu sebagai hari Tuhan.
·     Pada saat makan bersama, selalu dibacakan bacaan rohani.
·     Melakukan ziarah rohani ke tempat-tempat suci di Perancis.
·     Louis biasa melakukan retret pribadi di Biara Trapis, sedangkan Zélie di Biara St. Klara.
Louis dan Zélie tidak dapat mengendalikan situasi apa yang akan mereka hadapi. Mereka tidak dapat menghindar dari berbagai tragedi dalam hidup, seperti perang Franco-Prussian di mana mereka harus menerima sembilan orang tentara Jerman di dalam rumah mereka; kematian keempat anaknya; penyakit yang mereka derita. Mereka juga tidak bisa melarikan diri dari tanggung jawab sebagai pemilik bisnis, suami istri, orang tua, dan pemerhati orang yang miskin dan menderita. Sumber kekuatan mereka terletak dari cara mereka menerima segala sesuatu yang terjadi dalam hidup mereka. Mereka menerima ketidakberdayaan mereka dan percaya bahwa hanya Tuhan yang berkuasa atas seluruh kehidupan mereka.
Gereja menggelari pasangan Louis dan Zélie Martin sebagai pasangan kudus untuk menunjukkan bahwa panggilan kepada kekudusan adalah panggilan untuk semua orang Kristiani. Mereka adalah pahlawan-pahlawan dalam kehidupan sehari-hari. Almarhum Paus Yohanes Paulus II mengatakan: “Ke-heroik-an harus menjadi keseharian, dan keseharian harus menjadi sesuatu yang heroik.”
Pasangan Louis dan Zélie Martin dinyatakan "terhormat" pada tanggal 26 Maret 1994 oleh Paus Yohanes Paulus II. Kemudian, Paus Benediktus XVI membeatifikasi pasangan ini pada Hari Misi Sedunia tanggal 19 Oktober 2008 di Basilika St. Theresia di Lisieux, Perancis oleh Kardinal Jose Saraiva Martins. Pada tanggal 18 Oktober 2015, mereka digelarkan menjadi santo dan santa oleh Paus Fransiskus. Gereja memperingati pasangan Louis dan Zélie Martin setiap tanggal 12 Juli. Mereka menjadi pasangan suami istri pertama dalam sejarah Gereja yang digelarkan kudus sebagai sebuah pasangan dan dijadikan menjadi Pelindung Keluarga.


Rabu, 01 Februari 2017

Kerendahan Hati

Menjadi manusia yang rendah hati itu sulit dan tidak sekali jadi. Manusia wajib berproses. Untuk menjadi seorang yang rendah hati butuh proses sejak dini, hari ini dan di sini.

Manusia yang rendah hati akan mengalami kebahagiaan dalam hidup sebab ia bisa menerima segala sesuatu, baik yang terjadi pada dirinya, maupun yang terjadi pada orang lain atau di sekitarnya. Orang menjadi tidak bahagia karena sulit untuk menerima keadaan. Hati dan pikirannya selalu menolak, sehingga menjadi beban hidup. Orang yang terbebani akan stres dan tidak akan pernah mengalami kebahagiaan.

Menyadari diri, mengoreksi diri / mengevaluasi diri setiap hari dan membangun tekad untuk lebih baik adalah cara terbaik untuk belajar menjadi seorang yang rendah hati. Evaluasi atas pengalaman sehari dapat dilaksanakan sebelum tidur dan mematrikan tekad dalam hati untuk lebih rendah hati sepanjang hari dapat dilaksanakan ketika bangun tidur. Ingat, hati bersih dan suci dan pikiran positif akan menghasilkan kekuatan positif pula untuk berbuat yang positif.